Tuberkulosis
(TB) yang juga dikenal dengan singkatan TBC merupakan penyakit menular
yang menyebabkan masalah kesehatan terbesar kedua di dunia. Indonesia
sendiri termasuk lima besar negara dengan jumlah pengidap TB terbanyak
di Asia Tenggara. Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi,
ada riwayat kontak, tidak menderita TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test
tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak ada,
radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan
pencegahan dengan pemberian INH 5–10 mg/kgbb/hari.
- Pencegahan (profilaksis) primer
Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+).
INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-).
Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau sumber penularan TB aktif sudah tidak ada. - Pencegahan (profilaksis) sekunder
Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit TBC.
Profilaksis diberikan sealama 6-9 bulan.
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
- Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini. - Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.
Dosis obat antituberkulosis (OAT)
Obat | Dosis harian (mg/kgbb/hari) | Dosis 2x/minggu (mg/kgbb/hari) | Dosis 3x/minggu (mg/kgbb/hari) |
INH | 5-15 (maks 300 mg) | 15-40 (maks. 900 mg) | 15-40 (maks. 900 mg) |
Rifampisin | 10-20 (maks. 600 mg) | 10-20 (maks. 600 mg) | 15-20 (maks. 600 mg) |
Pirazinamid | 15-40 (maks. 2 g) | 50-70 (maks. 4 g) | 15-30 (maks. 3 g) |
Etambutol | 15-25 (maks. 2,5 g) | 50 (maks. 2,5 g) | 15-25 (maks. 2,5 g) |
Streptomisin | 15-40 (maks. 1 g) | 25-40 (maks. 1,5 g) | 25-40 (maks. 1,5 g) |
Sejak 1995, program Pemberantasan Penyakit TBC di Indonesia mengalami
perubahan manajemen operasional, disesuaikan dengan strategi global
yanng direkomendasikan oleh WHO. Langkah ini dilakukan untuk
menindaklanjutiIndonesia � WHO joint Evaluation dan National Tuberkulosis Program in Indonesia pada
April 1994. Dalam program ini, prioritas ditujukan pada peningkatan
mutu pelayanan dan penggunaan obat yang rasional untuk memutuskan rantai
penularan serta mencegah meluasnya resistensi kuman TBC di masyarakat.
Program ini dilakukan dengan cara mengawasi pasien dalam menelan obat
setiap hari,terutama pada fase awal pengobatan.
Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course)
pertama kali diperkenalkan pada tahun 1996 dan telah diimplementasikan
secara meluas dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Sampai dengan
tahun 2001, 98% dari populasi penduduk dapat mengakses pelayanan DOTS di
puskesmas. Strategi ini diartikan sebagai "pengawasan langsung menelan
obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan" setiap hari.
Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi DOTS dengan cepat, karenanya baseline drug susceptibility data
(DST) akan menjadi alat pemantau dan indikator program yang amat
penting. Berdasarkan data dari beberapa wilayah, identifikasi dan
pengobatan TBC melalui Rumah Sakit mencapai 20-50% dari kasus BTA
positif, dan lebih banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika tidak
bekerja sama dengan Puskesmas, maka banyak pasien yang didiagnosis oleh
RS memiliki risiko tinggi dalam kegagalan pengobatan, dan mungkin
menimbulkan kekebalan obat.
Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TBC dan lemahnya
implementasi strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten
terhadap OAT akan menyebarkan infeksi TBC dengan kuman yang bersifat MDR(Multi-drugs Resistant). Untuk kasus MDR-TB dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan TBC yaitu obat fluorokuinolon seperti
siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya sangat disayangkan bahwa
obat ini tidak dianjurkan pada anak dalam masa pertumbuhan).
Pengobatan TBC pada orang dewasa
- Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada:- Penderita baru TBC paru BTA positif.
- Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
- Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:- Penderita kambuh.
- Penderita gagal terapi.
- Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
- Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:- Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
Pengobatan TBC pada anak
Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
- 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH +Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
- 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan
bersamaan, dosis maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15
mg/kgbb.
Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:
TB tidak berat | ||
INH | : 5 mg/kgbb/hari | |
Rifampisin | : 10 mg/kgbb/hari | |
TB berat (milier dan meningitis TBC) | ||
INH | : 10 mg/kgbb/hari | |
Rifampisin | : 15 mg/kgbb/hari | |
Dosis prednison | : 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar